Sabtu, 14 Desember 2013

desember kelabu

desember kelabu? ya, terlebih lagi hujan yang selalu turun ketika petang akan tiba, menambah buruk suasana bulan ini. suasana yang menarikku kedalam ingatan yang telah terbungkus rapi setahun ini. menanti balasan pesan singkat yang aku kirimkan berjam-jam lalu. nihil. tak ada apapun disana. sibuk kah ia? lagi, kucoba sekali lagi mengirimkan pesan yang sama. dan... tak ada balasan apapun disana.

poitive thinking, itu yang selalu aku lakukan, setiap ia tidak menanggapi semua pesan yang aku kirimkan, setiap ia tidak memperdulikan setiap panggilan yang aku lakukan. mungkin ia terlalu lelah dengan aktivitas yang tak ada hentinya itu. atau mungkin ia terlalu sibuk denagn tugas-tugasnya yang selalu menumpuk itu? entahlah aku tak tahu. yang aku tahu dia masih seperti yang dulu.

lelah dengan keadaan tak pasti ini, aku mencoba membuka salah satu media socialku. disanalah tertera komentar atas nama diri-nya "sudah makan belum?". manis bukan? ya manis, sangat amat manis. manis dan juga miris, miris karena kata-kata manis itu bukan untuk-ku.

bodoh? dia yang bodoh! dia bodoh karena mengabaikan aku yang menantinya disini. dia bodoh karena tidak menyadari aku yang memperhatikannya disini. dia bodoh karena mengacuhkan aku yang mengharapkannya disini. tapi aku lebih bodoh karena masih saja memaafkan dan menerima dia yang bodoh hingga melakukan hal itu berulang-ulang. menyedihkan bukan?

'drrt...drrrt..' suara handphone di genggamanku menyadarkan aku dari ingatan yang lalu.. bodoh! ya, kenapa harus sekarang aku tersadar betapa bodohnya aku. sendiri menantinya tanpa mengindahkan pikiran negative yang mengingatkanku bahwa ia tak pernah peduli denganku. meninggalkan aku sendiri di atas hubungan yang entah sejak kapan tertutupi kabut.  desember kelabu? ya desember tahun lalu sungguh sangat kelabu.

Kamis, 16 Mei 2013

Alasan


bukan waktu ataupun kamu yang harus disalahkan dan memang tak ada yang perlu disalahkan
mungkin ini hanya sebuah kebetulan yang direncanakan oleh keadaan
atau bahkan ini hanya sebuah kursi persinggahan sesaat
aku dan kamu  memang saling kenal, tapi kita tidak saling mengenal
aku dan kamu memang teman, tapi kita tidak saling menemani

kini aku menjauh bukan karena aku membencimu
kini aku menjauh bukan karena aku tak menyukaimu
namun tidakkah kau sadar ada seseorang yang menunggumu disana?
seseorang yang memperhatikanmu dari kejauhan
seseorang yang selalu berharap akan kedatanganmu padanya

aku tahu aku bukan yang terbaik untukmu
akupun tak dapat menyanggah bahwa dia yang lebih mengerti kamu
aku tahu aku tak dapat menyanjungmu
akupun tak membantah bahwa dia memahami kamu
dan aku sadar seharusnya bukan aku
bukan aku..
bukan aku..
bukan aku..

kini aku menyiksamu dan kamu menyiksanya
kini aku menyakitimu dan kamu menyakitinya
sadarkah kamu?
pahamkah kamu?
inilah alasan yang sebenarnya aku menjauh darimu..
inilah alasannya aku melepaskanmu..
demi kebaikan kita semua
dan demi kebaikan kamu dengannya

Selingkuh Sekali Saja


Aku tahu ini salah, aku tahu ini tak boleh terjadi. Meletakkan bayangannya diantara bayangan kita berdua. Dalam khayalanku aku gantikan tempatmu dengan dirinya, menjadikan semua seakan-akan nyata. Seperti malam biasanya hal ini terjadi berulang kali hingga aku sadar aku harus mengatakannya.
“kamu tahu bumi itu bulat?”
Ucapku memecah keheningan
“iya”
“jika kita sekarang ada dibelahan bumi bagian utara,  aku ingin mencoba berada dibelahan bumi bagian selatan”
ia terdiam
“jika kini ditempat ini ada bulan, aku ingin berada ditempat matahari bersinar”
Ia masih terdiam
“sayang, maafkan aku. Izinkanlah aku sekali ini saja melihat matahari dibelahan bumi bagian lain”
Aku dan kamu kini terseret dalam kesalahan yang aku buat, terjerat dalam kecemasan yang tak ada ujungnya. Sayang tunggulah, ini hanya semantara.

Seandainya


Aku mengenalmu sebelum dia mengenalmu, kamu mengenalku sebelum kamu mengenalnya.
Aku menyayangimu sebelum kamu bertemu dengannya, kamu menyayangiku sebelum kamu bertemu dengannya.
Aku menunggumu dan kamu menungguku, aku merindukanmu dan kamu merindukanku.
Aku menunggumu dan kamu pergi dengannya, aku merindukanmu dan kamu masih tetap bersamanya
semua terasa buram karena jarak menyamarkannya, semua terlihat seperti biasanya karena jarak membayanginya. bukan dengan kacamata ataupun teleskop untuk melepas dari kesamaran itu, bukan dengan air ataupun cahaya untuk menjelaskan bayangan itu
aku menunngumu dan kamu menunggunya, aku merindukanmu dan kamu merindukannya
aku menangis karenamu dan kamu tak melihatnya, aku sakit karenamu dan kamu tak menyadarinya, aku tersiksa karenamu dan kamu tak mengetahuinya

seandainya..
seandainya..
seandainya..